Saturday 15 December 2012

Penderita HIV-AIDS Masa Kini Tak Cuma Menunggu Vonis Mati

http://health.detik.com/read/2011/11/30/165349/1779422/775/penderita-hiv-aids-masa-kini-tak-cuma-menunggu-vonis-mati



Jakarta, "Gue HIV/AIDS, So What Gitu Lho!". Kata-kata di atas mungkin tidak akan pernah saya dengar saat saya masih menjadi dokter muda alias koassisten di FKUI. Tahun 2000 awal orang masih ngeri mendengar kata HIV. Kata HIV lebih identik dengan kematian begitu juga penderitanya. 

Pasien dengan HIV lama-lama akan menjadi AIDS dan akhirnya meninggal karena daya tahan tubuhnya makin menurun. Apalagi hal ini dipercepat dengan stres dan depresi yang dialami pasien akibat menderita HIV-AIDS, kesulitan menerima kondisinya dan ketakutan akan kematian akan memperparah itu.

Tapi sekarang saya biasa menemukan pasien yang datang untuk berkonsultasi untuk masalah ketergantungan zat mengatakan dirinya HIV dan tidak ada masalah dengan hal itu. Pasien bisa hidup normal seperti biasa dan bahkan banyak yang berkeluarga. 

Memang banyak hal-hal yang baru berhubungan dengan perilakunya sebagai manusia. Makan obat antiretroviral (ARV) secara teratur dan berhubungan badan dengan kondom walaupun dengan istri sendiri adalah hanya sebagian dari perubahan pola perilaku yang terjadi pada pasien.

Walaupun belum ada obatnya sampai saat ini, pasien dengan HIV-AIDS sekarang sudah lebih mampu menjaga kondisinya dengan obat yang baik dan pola hidup yang sehat. 

Keterpurukan mental akibat mengidap virus ini juga semakin bisa terkikis karena banyaknya organisasi atau LSM yang bersedia membantu dalam mendukung pasien-pasien yang membutuhkan dorongan untuk tetap bertahana hidup.

Harapan Hidup

Salah satu hal yang menjadi berbeda antara sekarang dengan dahulu adalah Harapan Hidup. Pasien dengan HIV-AIDS di zaman dahulu kesannya sudah tidak mampu lagi berbuat apa-apa. Mereka akan tidak panjang umurnya dan mati sia-sia. 

Saat ini walaupun mereka mengidap virus HIV bahkan sudah menderita AIDS, mereka mempunyai harapan hidup lebih lama dengan obat dan pola hidup yang sehat. 

Masalah ketakutan akan kematian sudah tidak menjadi persoalan besar bagi sebagian penderita AIDS. Bahkan untuk yang pernah mendekati ajal sekalipun.

Apalagi hal ini kemudian didukung kegiatan yang berguna buat pasien-pasien dengan HIV-AIDS ini. Banyak yang kemudian menjadi konselor HIV-AIDS. Menjadi penyuluh bagi anak-anak muda yang masih perlu mendapatkan pencerahan tentang bahaya narkoba. 

Menjadi penyemangat dan pendamping buat orang-orang yang sakit juga adalah bagian yang menurut hemat saya paling mempunyai efek buat keberhasilan seorang pasien HIV menjalani hidupnya. 

Mampu lepas dari bayang-bayang penyakit mematikan lalu membantu orang yang senasib untuk melewatinya adalah hal yang sangat membanggakan. Inilah yang bisa menjadi harapan dalam kehidupan pasien-pasien HIV-AIDS ini.

Perjalanan Panjang

Perjalanan teman-teman yang menderita HIV-AIDS masih panjang. Mereka semua tentunya memerlukan dukungan dari banyak pihak terutama pemerintah. Obat antiretroviral yang mahal mungkin sangat sulit buat sebagian orang memenuhinya. Untungnya sekarang ini diberikan gratis buat mereka.

Selain obat tentunya keberdayaan mereka sebagai manusia juga perlu ditingkatkan. Pengidap virus HIV-AIDS bisa hidup layaknya orang normal dengan pengobatan dan pola hidup sehat yang baik. Perkembangan virus bisa ditekan dengan hal ini. 

Tentunya lebih baik lagi jika rasa bahagia timbul juga sebagai pelawan stres yang bisa saja timbul karena faktor-faktor lingkungan sehari-hari. Berkurangnya stigma bagi para penderita HIV-AIDS juga akan membuat mereka menjadi orang yang lebih baik dan kita bisa berkontribusi cukup dengan sikap empati.

Semoga kita semua semakin mampu memahami teman-teman kita yang menderita HIV-AIDS. Selamat Hari AIDS Sedunia 1 Desember.
Salam Sehat Jiwa

Penulis
dr. Andri, SpKJ
Psikiater Bidang Psikosomatik Medis
Anggota The American Psychosomatic Society
Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera Tangerang
email: mbahndi@yahoo.

No comments: